Selasa, 26 Januari 2010

EMOSI

Emosi adalah gejolak yang ada pada organisme yang disertai oleh respon terhadap suatu rangsang, di dalamnya , mengandung suatu kebutuhan dasar . Jika kebutuhan itu terpenuhi individu merasa gembira, bahagia, dicintai. Akan tetapi jika tidak terpenuhi individu akan merasa marah, takut khawatir, cemburu, cemas dan sedih (Cole, 1963)

Emosi adalah pengalaman bathin yang timbul untuk melengkapi arti pengalaman itu bagi seseorang disertai oleh kegiatan fisik lainnya, sehingga mempengaruhi seluruh pribadinya. Perkembangan emosi dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman baik bersifat memupuk atau menghambat.

Lugo dan Hersey (dalam Santosa, 1995) menyatakan bahwa emosi menyertai apa saja yang individu kerjakan, pikiran dan pelajari. Adakalanya emosi melanda seseorang dengan hebat, sehingga membingungkannya sementara individu lainnya tidak menyadari keberadaannya.

Pendapat berbagai para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa emosi adalah pengalaman bathin yang menyertai apa saja yang dilakukan oleh individu, dorongan-dorongan yang mengandung kebutuhan dasar yang mempengaruhi keseleuruhan kepribadian individu.

Dalam otak manusia, terdapat struktur yang mengelilingi pangkal otak, yang dikenal sebagai sistem limbik. Didalamnya terdapat yang namanya amigdala yang sering disebut sebagai bank memori emosi otak, tempat menyimpan semua kenangan baik tentang kejayaan dan kegagalan, harapan dan ketakutan, kejengkelan dan frustrasi. Amigdala menggunakan memori-memori yang tersimpan ini dalam perannya sebagai semacam sentinel, yang bertugas memantau semua informasi berupa segala sesuatu yang kita lihat dan kita dengar dari waktu ke waktu, dan mengukur besar ancaman atau peluang melalui pencocokan apa pun yang terjadi sekarang dengan arsip-arsip pengalaman masa lampau yang terhimpun dalam otak (LeDoux dalam Goleman, 1999)

Struktur otak lainnya adalah hippocampus dan neokorteks. Dalam ingatan, amigdala dan hippocampus bekerja bersama-sama, masing-masing menyimpan dan memunculkan kembali informasi khusus secara mandiri. Bila hippocampus memunculkan kembali informasi maka amigdala menentukan apakah informasi mempunyai nilai emosi tertentu (Goleman 1995)

Hippocampus dan amigdala merupakan dua bagian penting dalam otak manusia. Hingga saat ini, kedua struktur limbik itu melakukan sebagian besar atau banyak ingatan dan pembelajaran otak. Amigdala adalah spesialis masalah-masalah emosional. Apabila amigdala ini dipisahkan dari bagian-bagian otak lainnya, maka hasilnya adalah ketidakmampuan yang amat mencolok dalam menangkap makna emosional dalam suatu peristiwa. Apabila amigdala ini dibuang maka diyakini orang tersebut kehilangan semua pemahaman tentang perasaan , juga setiap kemampuan merasakan perasaan. Amigdala berfungsi semacam gudang ingatan emosional dan dengan demikian itu, hidup tanpa amigdala merupakan kehidupan tanpa makna pribadi sama sekali (Ekman,1994 dalam Goleman 1995)

Amigdala, sebagai kunci dalam otak emosional pertama kali ditemukan oleh Joseph LeDoux seorang ahli syaraf di Center Neural Science New York University, Ia menjelaskan bagaimana Amigdala mampu mengambil alih kendali apa yang di kerjakan manusia bahkan sewaktu otak yang berpikir, neokorteks masih menyusun keputusan, fungsi-fungsi amigdala dan pengaruhnya pada neokorteks merupakan inti kecerdasan emosional.
Penelitian itu menemukan suatu berkas neuron yang lebih kecil yang menghubungkan thalamus langsung dengan amigdala. Saluran yang lebih kecil dan lebih pendek ini mirip jalan pintas saraf memungkinkan amigdala menerima sejumlah masukan langsung dari indera-indera dan memulai suatu respon sebelum masukan-masukan itu terdata sepenuhnya oleh neokorteks (LeDoux dalam Goleman, 1999). Secara anatomi, sistem emosi mampu bertindak terlepas dari neokorteks. Amigdala dapat menyimpan ingatan dan repertoar respon sehingga individu bertindak tanpa betul-betul menyadari mengapa melakukannya, karena jalan pintas dari talamus menuju amigdala sama sekali tidak melewati neokorteks.

Emosi sangat penting bagi rasionalitas. Dalam liku-liku perasaan dengan pikiran, kemampuan emosional membimbing keputusan individu dari saat ke saat saling membahu dengan pikiran rasional mendayagunakan, atau tidak mendayagunakan pikiran itu sendiri (Goleman, 1995)

Stress bisa menjadi sesuatu yang positif karena membuat individu selalu berjaga-jaga menghindari bahaya. Reaksi tubuh terhadap stressor, bahaya atau tantangan dimulai dengan reaksi awal di hipotalamus yang memulai reaksi rantai melalui serabut saraf dan reaksi biokimiawi, selanjutnya melalui syaraf otonom simpatik menimbulkan pelbagai perubahan di seluruh tubuh. Individu menjadi waspada penuh, dan tersedia energi untuk menghadapi tantangan, baik untuk menghadapi ancaman bahaya laut, berlomba, atau hanya sekedar mengejar jadual waktu.

Ketika stres terjadi, amigdala mengirim pesan pada kelenjar endokrin untuk mengeluarkan sejumlah bahan kimia yang dimulai dengan pelepasan CRF (corticotrophin-releasing factor) dan diakhiri dengan membanjirnya hormon-hormon stres terutama kartisol. Ketika hormon-hormon tersebut diproduksi, tubuh bereaksi secara spontan, kabur atau melawan. Bahan kimia tersebut tinggal di dalam tubuh berjam-jam lamanya, padahal setiap kali kejadian yang mengesalkan berikutnya hormon-hormon tersebut terus diproduksi, sehingga terjadilah penumpukan hormon stres. Penumpukan itu membuat amigdala menjadi detonator yang sangat peka, yang siap membajak akal sehat menjadi naik pitam atau panik hanya karena provokasi hal-hal yang gampang (Goleman, 1999)

Salah satu dampak dari horman stres terlihat pada aliran darah, ketika denyut jantung meningkat. Darah yang seharusnya mengalir deras justru terhalang masuk ke pusat-pusat kognitif otak. Kartisol mencuri energi dari bagian memori kerja otak dan mengalihkannya ke perasaan. Ketika kadar kartisol sedang meninggi, orang lebih mudah berbuat salah, sulit berkonsentrasi, dan tidak mampu mengingat dengan baik (Wolkowitz dkk dalam Goleman, 1999)

Di otak, peredam ledakan amigdala terletak di ujung lain sirkuit penting nekorteks, yaitu lobus-lobus prefrontral tepat di balik dahi. Korteks prefrontal bekerja saat seseorang merasa takut atau marah, tetapi berfungsi menghambat atau mengendalikan perasaan agar dapat menangani situasi yang dihadapi dengan lebih efektif. Wilayah prefrontral mengatur reaksi emosional sejak awal, ia berperan sebagai neuron-neuron inhibitor (penghambat) yang dapat memveto pesan-pesan impulsif dari pusat-pusat emosi, terutama amigdala, pada saat emosi dan godaan nyaris tak terkendali. Sebagai sumber impuls emosi, amigdala sangat berperan dalam pengalihan perhatian, sedangkan lobus perifrontral adalah tempat dihimpunnya memori kerja, termasuk kemampuan memusatkan perhatian kepada sesuatu yang sedang dipikirkan (Goleman, 1995, 1999)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar