Jumat, 12 Juli 2013

mari belajar ilmu hadits

Kewajiban Mempelajari Hadist
Inti ajaran Islam dibangun di atas dua pondasi: Al-Qur’an dan Sunnah. Keduanya memiliki kaitan yang sangat erat Banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang tidak bisa diartikan dengan benar dan tepat tanpa bantuan keterangan dari Sunnah Nabi Saw. Salah satu contoh adalah tentang tata cara shalat yang tidak mungkin dipraktekan tanpa bantuan dari Sunnah Nabi. Karena Al-Qur’an sendiri tidak menyebutkan tata cara shalat itu dan Al-Qur’an hanya menegaskan hanya wajibnya shalat lima waktu itu saja.
Karena pentingnya pengetahuan tentang hadist ini, Imam Abu Hanifah pernah berujar: ” Tanpa Sunnah tak seorangpun dari kita yang dapat memahami Al-Qur’an.”
Mempelajari hadits Nabi SAW mempunyai keistimewaan tersendiri sebagaimana dijanjikan oleh Rasulullah SAW dalam haditsnya bahwa orang yang mempelajari dan menghafal hadits-haditsnya akan dianugerahi oleh Allah Swt wajah yang bercahaya, penuh dengan pancaran nur keimanan yang menandakan ketenangan hati dan keteduhan batin. Sabda beliau Saw:
Allah membuat bercahaya wajah seseorang yang mendengar dari kami sebuah hadits, kemudian menghafalnya dan menyampaikannya …” (Abu Daud dalam Sunannya dan At-Tirmidzi dalam Sunannya).

Pahala Apa Yang Diproleh Bagi Pelajar Hadist..??


  • Wajahnya Berseri-Seri
    Rasulullah Saw bersabda:
    “Semoga Allah menjadikan berseri-seri wajah orang yang mendengarkan sabdaku lalu memahaminya dan menghafalkannya kemudian dia menyampaikannya, karena boleh jadi orang yang memikul (mendengarkan) fiqh akan menyampaikan kepada yang lebih paham darinya” (HR. Ashabus Sunan)

    Sufyan bin ‘Uyainah (pemuka hadist di awal Islam) pernah berkata : “Tidak seorang pun yang menuntut/mempelajari hadits kecuali wajahnya cerah / berseri-seri disebabkan doa dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (di hadits tersebut).”

  • Paling banyak bershalawat kepada Nabi
    Penuntut Ilmu hadist adalah orang yang paling banyak bershalawat kepada Nabi Saw
    Rasulullah Saw bersabda :

    مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا
    “Barang siapa yang bershalawat kepadaku satu kali maka Allah bershalawat kepadanya sepuluh kali.”
    Bershalawat setelah mendengar atau membaca tulisan Muhammad merupakan salah satu bentuk kesunnahan. Dan para penuntut ilmu hadist pastinya akan banyak membaca shalawat ketika mendengar atau membaca sebuah hadist dan ini dilakukan setiap waktu dan lidahnya senantiasa basah dengan shalawat. Shidiq Hasan Khan (salah seorang pemuka hadist kontemporer) pernah mengatakan: “….. Para penuntut ilmu hadist ini adalah orang yang paling pantas bersama Rasulullah Saw di hari kiamat, dan merekalah yang paling berbahagia mendapatkan syafa’at Rasulullah Saw…. maka hendaknya anda wahai pencari kebaikan dan penuntut keselamatan menjadi Ahli Hadits atau yang berusaha untuk itu.”

  • Mendapatkan Berkah Dunia Akhirat
    Sufyan Ats Tsaury berkata : “Saya tidak mengetahui amalan yang lebih utama di muka bumi ini dari mempelajari hadits bagi yang menginginkan dengannya wajah Allah Ta’ala.“ Ia menambahkan pula: “Mendengarkan atau mempelajari hadits merupakan kebanggaan gi yang menginginkan dengannya dunia dan merupakan petunjuk bagi yang menginginkan dengannya akhirat”


  • Besar Sekali Pahala Yang Bepergian Untuk Belajar Hadist
    Seorang muslim yang bepergian hanya untuk belajar atau mendengarkan hadist, baik belajar di pesantren, menghadiri majelis taklim atau yang lainnya akan mendapatkan pahala besar di sisi Allah Swt. Ilmu hadist seperti ilmu Islam lainnya wajib dipelajari seperti keharusan seorang muslim belajar matematika, biologi atau ilmu pengetahuan dasar lainnya.
    Allah Swt berfirman:

    Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu’min itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (QS.At Taubah:122)

    Ibrahim bin Adham berkata: “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla mencegah bala’(bencana) pada ummat ini disebabkan rihlah yang dilakukan oleh para penuntut ilmu hadits”

    Kesimpulan
    .
  • Mempelajari hadist seperti belajar ilmu Islam lainnya adalah kewajiban seorang muslim. Kewajiban mempalajari dasar Ilmu Islam adalah kewajiban individu 

  • Allah Swt tidak menerima ibadah seseorang yang tidak berdasarkan tata cara yang telah ditetapkan Qur’an dan Sunnah selagi ia tidak mempalajari tata cara ibadah itu dan ilmu Islam yang berkaitan dengannya

  • Al-Qur’an telah diturunkan dan telah dibukukan begitu pula hadist telah rapi disusun, maka kemudahan sudah ada di hadapan kita.

  • Seseorang belum bisa disebut cinta Allah, cinta Al-Qur’an atau cinta Nabi sebelum ia mempelajari ilmu-ilmu tentang Allah, mempelajari Al-Qur;an dan belajar hadist, begitu pula dengan ilmu Islam lainnya


  • Mari kita belajar Ilmu Islam, mari kita datangi mejelis taklim, ayo kita serbu toko buku untuk membeli buku-buku Islam. Ayo kita beri pekerjaan untuk kaki, tangan, mata, mulut dan telingga agar mereka mendapat pahala. Siapa yang paling capek belajar Ilmu agama, dialah yang akan menikmati indahnya Islam…alias tenang hidupnya, berseri wajahnya, hatinya bahagia.

    Selasa, 04 Mei 2010

    Sembarangan Angkat "Harta Karun" Bawah Laut. Musnahkan Data Sejarah Budaya Bangsa*)

    I
    Wilayah laut Indonesia memiliki potensi sumberdaya alam yang sangat melimpah. Hal ini didasari atas luas, kedudukan, tatanan dan karakteristik fisik dari wilayah kelautan Indonesia. Selain sumberdaya alam tersebut, terdapat pula hasil budaya materi asal muatan kapal yang tenggelam sebelum abad XX atau yang lebih umum lagi dikenal dengan "harta karun" sebagai salah satu potensi kelautan yang belum dioptimalkan pemanfaatannya.
    Inventarisasi yang dilakukan oleh Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan (sekarang Departemen Kelautan dan Perikanan) terdata potensi kekayaan laut Indonesia yang berkaitan dengan benda berharga asal muatan kapal kuno yang tenggelam sebelum Perang Dunia II sekurangnya terdapat di 463 lokasi. Diketahui kapal-kapal tersebut tenggelam antara tahun 1508 sampai dengan tahun 1878. Umumnya kapal yang tenggelam adalah kapal dagang VOC; sedang selebihnya kapal Portugis, Amerika, Perancis, Jerman dan Belgia tetapi tidak tertutup kemungkinan jika kapal tersebut juga kapal-kapal dari Asia (Soesilo 2000).
    Keberadaan kapal-kapal tersebut tersebar di kawasan perairan Sabang, Selat Malaka, Laut Jawa, Perairan Riau, Perairan Bangka-Belitung, Selat Karimata, Laut Flores, Perairan Halmahera dan Maluku. Benda-benda yang terdapat di dalam kapal tenggelam tersebut biasanya diistilahkan oleh masyarakat sebagai "harta karun" atau "benda berharga".
    Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terdapat dua pengertian 'harta karun' yaitu harta benda yang tidak diketahui pemiliknya dan harta benda yang didapat dengan tidak sah (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa 1996: 342). Terlepas dari pengertian tersebut dalam perspektif arkeologi, tidak dikenal istilah "harta karun" maupun "benda berharga". Mengacu pada UU Cagar Budaya tahun 1992 maka benda-benda yang terdapat di kapal tenggelam tersebut dikategorikan sebagai Benda Cagar Budaya (BCB). Namun demikian, sebenarnya tidak hanya benda-benda yang terdapat di dalam kapal tenggelam itu saja yang dikategorikan sebagai BCB tetapi kapal yang tenggelam itu juga termasuk dalam kategori BCB.
    II
    Dewasa ini BCB telah menjadi berbagai macam simbol seperti kekayaan, kebesaran, martabat bahkan prestise seseorang sehingga menjadi komoditi dagang yang tinggi nilainya. Hal inilah yang selalu membuat BCB selalu diburu orang seperti yang sedang marak di tahun-tahun terakhir ini adalah BCB dari kapal tenggelam yang umumnya berupa keramik.
    BCB yang berasal dari kapal tenggelam sebenarnya tidak hanya berupa barang-barang komoditi dagang masa lalu, tetapi dapat juga berupa wadah penyimpanan komoditi dagang atau wadah penyimpanan logistik selama pelayaran. Selain itu BCB tersebut dapat juga berupa milik pribadi awak kapal. BCB merupakan kekayaan budaya bangsa yang penting artinya bagi pemahaman, pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Selain itu BCB juga memiliki nilai ekonomis. Tinggi rendahnya nilai ekonomis suatu BCB sangat relatif antara lain dipengaruhi oleh kondisi dan jumlahnya. Semakin langka BCB tersebut maka semakin tinggi nilai ekonomisnya. Di sisi lain 'cerita' yang ada dibalik BCB juga mempengaruhi nilai ekonomisnya. Dalam hal ini disinilah peranan arkeologi dibutuhkan.
    Ditinjau dari sudut pandang akademis, BCB bawah air mempunyai nilai informatif yang merupakan data penting untuk mengetahui gambaran kehidupan masyarakat masa lalu terutama masyarakat pendukung kebudayaan maritim. Selain itu BCB tersebut juga dapat digunakan sebagai data untuk membuktikan adanya interaksi antara kerajaan-kerajaan di nusantara dengan mancanegara.
    Arkeologi bawah air di Indonesia secara instansional baru dimulai pada akhir dekade tujuhpuluhan, terhitung sejak diikutsertakannya arkeolog Indonesia untuk mengikuti program Arkeologi Bawah Air yang diadakan SPAFA di Thailand. Kegiatan penelitian arkeologi bawah air sendiri pertama kali dilakukan pada tahun 1981, yaitu di perairan Tuban dan Lamongan, Jawa Timur. Kemudian penelitian tersebut dilanjutkan pada tahun 1983 dan 1986 yang dipusatkan di Situs Bom Tuban dan Karangbeling, Jawa Timur (Warta Arkeologi 1991: 10).
    Setelah itu kegiatan arkeologi bawah air di Indonesia mengalami 'masa kekosongan' dan 'kurang populer' di kalangan arkeolog sendiri. Keadaan ini disebabkan masih kurangnya tenaga peneliti dan tenaga teknis yang menguasai ketrampilan menyelam yang merupakan syarat pokok dalam kegiatan ini. Selain itu masalah 'klasik' yang menjadi kendala adalah pengadaan peralatan dan operasional arkeologi bawah air membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
    Pada tahun 1996 Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala kemudian mengembangkan kembali program arkeologi bawah air (Gunawan 1999: 30). Namun sesuai dengan tugas dan fungsi dari instansi tersebut kegiatan ini cenderung diarahkan pada aspek pelestarian dan pemanfaatan BCB dari situs bawah air. Sedangkan kegiatan penelitian, yang merupakan tugas dari Pusat Penelitian Arkeologi, sampai saat ini terlihat belum ada upaya untuk dikembangkan lagi.
    Arkeolog bertugas menafsirkan pikiran-pikiran manusia, teknologi, dan perilaku manusia yang diwujudkan melalui BCB bawah air. Dalam mengungkapkan 'cerita' ini, arkeolog sangat tergantung pada konteks di mana BCB ditemukan. Tanpa diketahui konteksnya sulit bagi arkeolog dalam mengungkapkannya. Dengan demikian dalam suatu kegiatan pengangkatan BCB bawah air selayaknya didahului oleh kegiatan penelitian. Dalam penelitian ini , kegiatan yang dilakukan adalah pengukuran keletakan BCB dalam koordinat tertentu, penggambaran serta memetakannya di dalam konteks. Selain itu juga harus dilakukan pencatatan mengenai bentuk, ukuran dan jenis kapal serta teknologi pembuatannya sehingga dapat diketahui asal kapal, besaran dan umur kapal tersebut.
    III
    Sudah menjadi rahasia umum bahwa BCB bawah air memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi, karena itu BCB tersebut selalu diburu. Berkaitan dengan hal tersebut banyak berdiri perusahan yang bergerak di bidang pengangkatan BCB dari kapal tenggelam. Namun sangat disayangkan kegiatannya tidak dilakukan berdasarkan kaidah-kaidah arkeologi bahkan cenderung mengarah kepada pengrusakan kelestarian BCB, artefak-artefak yang diambil umumnya hanya yang utuh sedangkan yang rusak, baik yang terjadi pada masa lalu atau pada saat proses pengangkatan dibiarkan begitu saja. Selain itu kegiatan pengangkatan tersebut juga tidak diikuti dengan proses perekaman, sehingga BCB tersebut tidak diketahui dengan pasti bagaimana keletakannya dan hubungannya dengan BCB lain. Kenyataan inilah yang sebenarnya membuat nilai informasi dari BCB tersebut menjadi semakin berkurang. Gambaran tentang kehidupan masa lalu tidak akan pernah diketahui selama kegiatan pengangkatan BCB bawah air dilakukan dengan cara yang sudah-sudah, padahal 'cerita' dibalik BCB tersebut juga merupakan sesuatu yang sangat penting.
    Disamping melakukan kegiatan pengangkatan yang tidak sesuai dengan kaidah arkeologi, mereka juga terkadang tidak melaporkan hasil pengangkatannya melainkan langsung diekspor ke luar negeri. Keadaan ini kemudian diperparah lagi dengan adanya sekelompok orang yang melakukan pengangkatan BCB bawah air secara ilegal. Seperti yang terjadi di perairan Bangka-Belitung karena ingin meminimalisasikan biaya operasional, maka perusahaan-perusahan pengangkatan mengiming-imingi kompensasi yang sangat besar pada nelayan-nelayan tradisional jika menemukan lokasi keletakan kapal tenggelam serta memberdayakan para penyelam alam untuk mengangkat BCB bawah air. Terkadang juga para nelayan dan penyelam alam tersebut mengangkat BCB bawah air itu sendiri untuk kemudian dijual kepada penadah barang antik.
    Mengantisipasi hal tersebut maka pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden no 107 tahun 2000 tentang Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Tenggelam yang merupakan revisi dari Keppres sebelumnya yang telah dikeluarkan pada tahun 1989[1]. Dengan dikeluarkannya Keppres tersebut maka setiap kegitan pengangkatan dan pemanfaatan BCB bawah air berada di bawah pemantauan dan pengawasan panitia nasional tersebut.
    Disamping proses pengangkatan yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah arkeologi, proses penanganan dan penyimpanan BCB bawah air terkadang juga tidak dilakukan sebenar-benarnya. Seringkali BCB bawah air tidak mendapat penanganan desalinasi sehingga mudah hancur, demikian juga sistem penyimpanannya yang terkesan sembarangan sehingga mengakibatkan BCB tersebut menjadi pecah (Rochmani 2000).
    Pada dasarnya keadaan ini diakibatkan oleh keinginan untuk meraup keuntungan pribadi sebesar-besarnya. Hal ini juga berdampak pada pemanfaatan BCB bawah laut menjadi sembarangan. Situs-situs bawah air dieksploitasi sedemikian rupa tanpa memperhatikan kelestariannya sehingga nilai ideologis dan akademiknya menjadi hilang. BCB bawah air tersebut hanya dinilai dari sudut pandang ekonomi semata.
    Sebenarnya pemanfaatan BCB bawah air untuk kegiatan ekonomi semata-mata tidak hanya sekedar dapat dijadikan komoditi dagang belaka tetapi dapat dimanfaatkan juga sebagai obyek wisata bawah air. Sisa-sisa kapal yang tenggelam seharusnya tidak dihancurkan begitu saja demi mengambil tinggalan-tinggalan di dalamnya, karena sisa-sisa kapal tersebut juga merupakan obyek yang tak kalah menarik selain terumbu karang dan obyek-obyek bawah air lainnya dalam kegiatan menyelam.

    IV
    Banyak hal yang dapat diceritakan dari hasil penafsiran terhadap BCB yang berasal dari kapal tenggelam. Tidak hanya mengenai BCB-nya itu sendiri tetapi dengan pengkajian yang lebih mendalam dapat diketahui pula kegiatan perdagangan pada masa lalu. Selain itu juga dapat diungkapkan tentang hubungan kebudayaan atau hubungan politik pada masa lalu yang terjadi antara kerajaan-kerajaan di nusantara dengan mancanegara. Karena itu dalam kegiatan pengangkatan BCB dari kapal tenggelam harus diawalii dengan kegiatan penelitian.
    Pengangkatan BCB ke permukaan juga harus dilakukan dengan seksama karena tidak jarang akibat pengangkatan yang sembarangan menyebabkan BCB tersebut rusak. Karena itu jika pengangkatannya dilakukan sesuai prosedur arkeologi, maka kelestarian BCB - yang tergolong dalam sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui - dapat terjaga. Dengan demikian dapat dimanfaatkan secara optimal.
    Selama ini pemanfaatan BCB dari kapal yang tenggelam terasa berat sebelah. Hal ini disebabkan adanya keinginan mengeruk keuntungan besar yang akan didapat baik oleh perusahaan pengangkatan atau perseorangan sehingga proses pengangkatannya cenderung mengarah ke pengrusakan. Pemanfaatan tersebut seharusnya dilaksanakan secara berimbang baik untuk pengembangan ilmu pengetahuan maupun sektor perekonomian.
    Di sektor perekonomian, pemanfaatannya juga bukan hanya dapat dijadikan komoditi dagang saja tetapi dapat juga dijadikan obyek wisata bawah air. Dengan memanfaatkan BCB tersebut sebagai obyek wisata bawah air, maka tidak hanya uang saja yang bisa kita dapatkan tetapi kita juga bisa menikmati bagian dari lembaran sejarah budaya bangsa.

    Rabu, 07 April 2010

    Malu aku maluuu ..

    Malu adalah akhlak yang menghiasi perilaku manusia dengan cahaya dan keanggunan yang ada padanya. Inilah akhlak terpuji yang ada pada diri seorang lelaki dan fitrah yang mengkarakter pada diri setiap wanita. Sehingga, sangat tidak masuk akal jika ada wanita yang tidak ada rasa malu sedikitpun dalam dirinya. Rasa manis seorang wanita salah satunya adalah buah dari adanya sifat malu dalam dirinya.

    Apa sih sifat malu itu? Imam Nawani dalam Riyadhush Shalihin menulis bahwa para ulama pernah berkata, “Hakikat dari malu adalah akhlak yang muncul dalam diri untuk meninggalkan keburukan, mencegah diri dari kelalaian dan penyimpangan terhadap hak orang lain.”

    Abu Qasim Al-Junaid mendefinisikan dengan kalimat, “Sifat malu adalah melihat nikmat dan karunia sekaligus melihat kekurangan diri, yang akhirnya muncul dari keduanya suasana jiwa yang disebut dengan malu kepada Sang Pemberi Rezeki.”

    Ada tiga jenis sifat malu, yaitu:

    1. Malu yang bersifat fitrah. Misalnya, malu yang dialami saat melihat gambar seronok, atau wajah yang memerah karena malu mendengar ucapan jorok.

    2. Malu yang bersumber dari iman. Misalnya, seorang muslim menghindari berbuat maksiat karena malu atas muraqabatullah (pantauan Allah).

    3. Malu yang muncul dari dalam jiwa. Misalnya, perasaan yang menganggap tidak malu seperti telanjang di hadapan orang banyak.

    Karena itu, beruntunglah orang yang punya rasa malu. Kata Ali bin Abi Thalib, “Orang yang menjadikan sifat malu sebagai pakaiannya, niscaya orang-orang tidak akan melihat aib dan cela pada dirinya.”

    Bahkan, Rasulullah saw. menjadikan sifat malu sebagai bagian dari cabang iman. Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Iman memiliki 70 atau 60 cabang. Paling utama adalah ucapan ‘Laa ilaaha illallah’, dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan di jalan. Dan sifat malu adalah cabang dari keimanan.” (HR. Muslim dalam Kitab Iman, hadits nomor 51)

    Dari hadits itu, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa tidak akan ada sifat malu dalam diri seseorang yang tidak beriman. Akhlak yang mulia ini tidak akan kokoh tegak dalam jiwa orang yang tidak punya landasan iman yang kuat kepada Allah swt. Sebab, rasa malu adalah pancaran iman.

    Tentang kesejajaran sifat malu dan iman dipertegas lagi oleh Rasulullah saw., “Malu dan iman keduanya sejajar bersama. Ketika salah satu dari keduanya diangkat, maka yang lain pun terangkat.” (HR. Hakim dari Ibnu Umar. Menurut Hakim, hadits ini shahih dengan dua syarat-syarat Bukhari dan Muslim dalam Syu’ban Iman. As-Suyuthi dalam Al-Jami’ Ash-Shagir menilai hadits ini lemah.)

    Karena itu, sifat malu tidak akan mendatangkan kemudharatan. Sifat ini membawa kebaikan bagi pemiliknya. “Al-hayaa-u laa ya’tii illa bi khairin, sifat malu tidak mendatangkan sesuatu kecuali kebaikan,” begitu kata Rasulullah saw. (HR. Bukhari dalam Kitab Adab, hadits nomor 5652)

    Dengan kata lain, seseorang yang kehilangan sifat malunya yang tersisa dalam dirinya hanyalah keburukan. Buruk dalam ucapan, buruk dalam perangai. Tidak bisa kita bayangkan jika dari mulut seorang muslimah meluncur kata-kata kotor lagi kasar. Bertingkah dengan penampilan seronok dan bermuka tebal. Tentu bagi dia surga jauh. Kata Nabi, “Malu adalah bagian dari iman, dan keimanan itu berada di surga. Ucapan jorok berasal dari akhlak yang buruk dan akhlak yang buruk tempatnya di neraka.” (HR. Tirmidzi dalam Ktab Birr wash Shilah, hadits nomor 1932)

    Karena itu, menjadi penting bagi kita untuk menghiasi diri dengan sifat malu. Dari mana sebenarnya energi sifat malu bisa kita miliki? Sumber sifat malu adalah dari pengetahuan kita tentang keagungan Allah. Sifat malu akan muncul dalam diri kita jika kita menghayati betul bahwa Allah itu Maha Mengetahui, Allah itu Maha Melihat. Tidak ada yang bisa kita sembunyikan dari Penglihatan Allah. Segala lintasan pikiran, niat yang terbersit dalam hati kita, semua diketahui oleh Allah swt.

    Jadi, sumber sifat malu adalah muraqabatullah. Sifat itu hadir setika kita merasa di bawah pantauan Allah swt. Dengan kata lain, ketika kita dalam kondisi ihsan, sifat malu ada dalam diri kita. Apa itu ihsan? “Engkau menyembah Allah seakan melihat-Nya, jika engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Ia melihatmu,” begitu jawaban Rasulullah saw. atas pertanyaan Jibril tentang ihsan.

    Itulah sifat malu yang sesungguhnya. Sebagaimana yang sampai kepada kita melalui Abdullah bin Mas’ud bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Malulah kepada Allah dengan malu yang sebenar-benarnya.” Kami berkata, “Ya Rasulullah, alhamdulillah, kami sesungguhnya malu.” Beliau berkata, “Bukan itu yang aku maksud. Tetapi malu kepada Allah dengan malu yang sesungguhnya; yaitu menjaga kepala dan apa yang dipikirkannya, menjaga perut dari apa yang dikehendakinya. Ingatlah kematian dan ujian, dan barangsiapa yang menginginkan kebahagiaan alam akhirat, maka ia akan tinggalkan perhiasan dunia. Dan barangsiapa yang melakukan hal itu, maka ia memiliki sifat malu yang sesungguhnya kepada Allah.” (HR. Tirmidzi dalam Kitab Shifatul Qiyamah, hadits nomor 2382)

    Ingat! Malu. Bukan pemalu. Pemalu (khajal) adalah penyakit jiwa dan lemah kepribadian akibat rasa malu yang berlebihan. Sebab, sifat malu tidaklah menghalangi seorang muslimah untuk tampil menyuarakan kebenaran. Sifat malu juga tidak menghambat seorang muslimah untuk belajar dan mencari ilmu. Contohlah Ummu Sulaim Al-Anshariyah.

    Dari Zainab binti Abi Salamah, dari Ummu Salamah Ummu Mukminin berkata, “Suatu ketika Ummu Sulaim, istri Abu Thalhah, menemui Rasulullah saw. seraya berkata, ‘Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu pada kebenaran. Apakah seorang wanita harus mandi bila bermimpi?’ Rasulullah menjawab, ‘Ya, bila ia melihat air (keluar dari kemaluannya karena mimpi).’” (HR. Bukhari dalam Kitab Ghusl, hadits nomor 273)

    Saat ini banyak muslimah yang salah menempatkan rasa malu. Apalagi situasi pergaulan pria-wanita saat ini begitu ikhtilath (campur baur). Ketika ada lelaki yang menyentuh atau mengulurkan tangan mengajak salaman, seorang muslimah dengan ringan menyambutnya. Ketika kita tanya, mereka menjawab, “Saya malu menolaknya.” Bagaimana jika cara bersalamannya dengan bentuk cipika-cipiki (cium pipi kanan cium pipi kiri)? “Ya abis gimana lagi. Ntar dibilang gak gaul. Kan tengsin (malu)!”

    Bahkan ketika dilecehkan oleh tangan-tangan jahil di kendaraan umum, tidak sedikit muslimah yang diam tak bersuara. Ketika kita tanya kenapa tidak berteriak atau menghardik lelaki jahil itu, jawabnya, sekali lagi, saya malu.

    Jelas itu penempatan rasa malu yang salah. Tapi, anehnya tidak sedikit muslimah yang lupa akan rasa malu saat mengenakan rok mini. Betul kepala ditutupi oleh jilbab kecil, tapi busana ketat yang diapai menonjolkan lekak-lekut tubuh. Betul mereka berpakaian, tapi hakikatnya telanjang. Jika dulu underwear adalah busana sangat pribadi, kini menjadi bagian gaya yang setiap orang bisa lihat tanpa rona merah di pipi.

    Begitulah jika urat malu sudah hilang. “Idza lam tastahyii fashna’ maa syi’ta, bila kamu tidak malu, lakukanlah apa saja yang kamu inginkan,” begitu kata Rasulullah saw. (HR. Bukhari dalam Kitab Ahaditsul Anbiya, hadits nomor 3225).

    Ada tiga pemahaman atas sabda Rasulullah itu. Pertama, berupa ancaman. “Perbuatlah apa yang kamu kehendaki, sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Fushhdilat: 40).

    Kedua, perkataan Nabi itu memberitakan tentang kondisi orang yang tidak punya malu. Mereka bisa melakukan apa saja karena tidak punya standar moral. Tidak punya aturan.

    Ketiga, hadits ini berisi perintah Rasulullah saw. kepada kita untuk bersikap wara’. Jadi, kita menangkap makna yang tersirat bahwa Rasulullah berkata, apa kamu tidak malu melakukannya? Kalau malu, menghindarlah!

    Salman Al-Farisi punya pemahaman lain lagi tentang hadits itu. “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla apabila hendak membinasakan seorang hamba, maka Ia mencabut darinya rasa malu. Bila rasa malu telah dicabut, maka engkau tidak akan menemuinya kecuali sebagai orang yang murka dan dimurkai. Bila engkau tidak menemuinya kecuali sebagai orang yang murka dan dimurkai, maka dicabutlah pula darinya sifat amanah. Bila sifat amanah itu dicabut darinya, maka engkau tidak akan menjumpainya selain sebagai pengkhianat dan dikhianati. Bila engkau tak menemuinya selain pengkhianat dan dikhianati, maka rahmat Allah akan dicabut darinya. Bila rahmat itu dicabut darinya, maka engakau tidak akan menemukannya selain sosok pengutuk dan dikutuk. Bila engkau tidak menemukannya selain sebagai pengkutuk dan dikutuk, maka dicabutlah darinya ikatan Islam,” begitu kata Salman. (HR. Ibnu Majah dalam Kitab Fitan, hadits nomor 4044, sanadnya lemah, tapi shahih)

    Wanita yang beriman adalah wanita yang memiliki sifat malu. Sifat malu tampak pada cara dia berbusana. Ia menggunakan busana takwa, yaitu busana yang menutupi auratnya. Para ulama sepakat bahwa aurat seorang wanita di hadapan pria adalah seluruh tubuhnya, kecuali wajah dan telapak tangan.

    Ibnu Katsir berkata, “Pada zaman jahiliyah dahulu, sebagian kaum wanitanya berjalan di tengah kaum lelaki dengan belahan dada tanpa penutup. Dan mungkin saja mereka juga memperlihatkan leher, rambut, dan telinga mereka. Maka Allah memerintahkan wanita muslimah agar menutupi bagian-bagian tersebut.”

    Menundukkan pandangan juga bagian dari rasa malu. Sebab, mata memiliki sejuta bahasa. Kerlingan, tatapan sendu, dan isyarat lainnya yang membuat berjuta rasa di dada seorang lelaki. Setiap wanita memiliki pandangan mata yang setajam anak panah dan setiap lelaki paham akan pesan yang dimaksud oleh pandangan itu. Karena itu, Allah swt. memerintahahkan kepada lelaki dan wanita untuk menundukkan sebagaian pandangan mereka.

    Memang realitas kekinian tidak bisa kita pungkiri. Kaum wanita saat ini beraktivitas di sektor publik, baik sebagai profesional ataupun aktivis sosial-politik. Ada yang dengan alasan untuk melayani kepentingan sesama wanita yang fitri. Ada juga yang karena keterpaksaan. Tidak sedikit wanita harus bekerja karena ia adalah tulang punggung keluarganya. Sehingga, ikhtilath (bercampur baur dengan lelaki) tidak bisa terhindari.

    Untuk yang satu ini, mari kita kutip pendapat Dr. Yusuf Qaradhawi, “Saya ingin mengatakan di sini bahwa kata ikhtilath dalam hal hubungan antara lelaki dan wanita adalah kata diadopsi ke dalam kamus Islam yang tidak dikenal oleh warisan budaya kita pada sejarah abad-abad sebelumnya, dan tidak diketahui selain pada masa ini. Mungkin saja ia berasal dari bahasa asing, hal itu memiliki isyarat yang tidak menenteramkan hati setiap muslim. Yang lebih cocok mungkin bisa menggunakan kata liqa’ atau muqabalah –keduanya berarti pertemuan—atau musyarakah (keterlibatan) seorang lelaki dan wanita, dan sebagainya. Yang jelas, Islam tidak mengeluarkan aturan atau hukum umum terkait dengan masalah ini. Namun hanya melihat tujuan adanya aktivitas tersebut atau maslahat yang mungkin terjadi dan bahaya yang dikhawatirkan, gambaran yang utuh dengannya, dan syarat-syarat yang harus diperhatikan di dalamnya.”

    Ada adab yang harus ditegakkan kala terjadi muqabalah antara pria dan wanita. Adab-adab itu adalah:

    1. Ada pembatasan tempat pertemuan
    2. Menjaga pandangan dengan menundukkan sebagian pandangan
    3. Tidak berjabat tangan dalam situasi apa pun dengan yang bukan muhrimnya
    4. Hindari berdesak-desakan dan lakukan pembedaan tempat bagi lelaki dan wanita
    5. Tidak berkhalwat (berduaan dengan lawan jenis)
    6. Hindari tempat-tempat yang meragukan dan bisa menimbulkan fitnah
    7. Hindari pertemuan yang lama dan sering, sebab bisa melemahkan sifat malu dan menggoyahkan keteguhan jiwa
    8. Hindari hal-hal yang dapat menimbulkan dosa dan keinginan batin untuk melakukan yang haram, ataupun membayangkannya

    Khusus bagi wanita, pakailah pakaian yang yang sesuai syariat, tidak memakai wewangian, batasi diri dalam berbicara dan menatap, serta jaga kewibawaan dan beraktivitas. Perhatikan gaya bicara. Jangan genit!

    Dengan begitu jelaslah bahwa Islam tidak mengekang wanita. Wanita bisa terlibat dalam kehidupan sosial bermasyarakat, berpolitik, dan berbagai aktivitas lainnya. Islam hanya memberi frame dengan adab dan etika. Sifat malu adalah salah satu frame yang harus dijaga oleh setiap wanita muslimah yang meyakini bahwa Allah swt. melihat setiap polah dan desiran hati yang tersimpan dalam dadanya. []

    Senin, 29 Maret 2010

    hajuh .. hajuh ..

    Di suatu hari—bayangkan saja menggunakan imajinasi—di awal abad ke-5 M, Raja Tarumanagara yang bernama Maharaja Purnawarman berdiri gagah dan wibawa, tampak megah dan agung. Hari itu, ia hendak meresmikan sebuah proyek besar: penggalian sebuah kanal sepanjang 12 km (6.122 busur) yang dinamai Gomati yang melewati ibukota.
    Proyek besar? Ya, penggalian kanal yang memakan waktu “hanya 21 hari” itu dimaksudkan untuk menghindari banjir yang kerap mengganggu wilayah Tarumanagara dan mengatasi masalah kekeringan selama kemarau. Kanal baru itu melintasi tanah kediaman kakek Purnawarman yang bernama Rajadirajaguru Jayasinghawarman, yang memerintah Taruma antara tahun 358-382 M. Tak lupa, pada peresmian itu (yang ditatah pada batu berbentuk bulat-telur) Sang Purnawarman menghadiahi para brahmana 1.000 ekor sapi sebagai raja hormat. Puaslah rupanya hati raja ini melihat bahwa di tahun ke-22 masa pemerintahannya, ia telah berbuat apa yang dibutuhkan rakyatnya.
    Pun, dari batu peresmian itu (disebut Prasasti Tugu, ditemukan di Desa Tugu, Koja, Jakarta Utara) diperoleh berita lain: sebelum membuat kanal Gomati, Purnawarman membuat kanal bernama Chandrabaga yang mengalir melintasi istananya lalu menuju laut di utara (Laut Jawa). Tak diketahui rentang waktu antara penggalian Chandrabaga dengan penggalian Gomati; yang jelas dua proyek itu atas titah Purnawarman, yang memerintah Tarumanagara selama 39 tahun, dari 395-434 M. Melihat kurun waktu ia memerintah, dapat ditafsir bahwa penggalian Gomati dilakukan pada 412 M, yang dimulai pada “tanggal 8 paro-terang bulan Caitra”.
    Dari Prasasti Tugu kita tahu persis: wilayah Jakarta-Bekasi-Karawang memang selalu dilanda banjir sejak abad ke-5 dan sebelumnya. Kini, 16 abad kemudian, kita sendiri mengalami—bukan sekadar tahu—banjir yang selalu datang tak diundang, entah itu dari luapan Citarum, Ciliwung, atau sungai-sungai lain. Dan upaya manusia dalam menanggulanginya merupakan hasil budi, budaya. Bila pemerintahan Purnawarman membuat Gomati, pemerintahan Ir. Juanda masa Presiden Soekarno membuat waduk Jatiluhur di Purwakarta—waduk terbesar di Indonesia. Masyarakat Taruma merasakan manfaat kali Chandrabaga, rakyat Indonesia nyaman dengan waduk Cirata. Luapan air dapat diatasi—untuk sementara.
    Sebuah proyek nasional tentu harus dicatat, untuk diingat, atau dirayakan kembali oleh generasi penerus. Purnawarman membuat prasasti-prasasti yang berisi tentang kehebatan dirinya: sebagai manusia sempurna, raja yang mengayomi rakyat, jelmaan Wisnu yang perisainya tak tembus senjata musuh, dan penguasa negara yang ditakuti oleh negara-negara tetangga. Raja itu tahu belaka keadaan tanahnya : banjir akan terus hadir, maka itu dibuat kanal. Namun ia tak tahu bahwa kini banjir makin melanda, meluas, menghantam tanah mana saja, padahal bendungan dan waduk yang luasnya beribu-ribu hektar telah dibangun, padahal teknologi sudah sedemikian digitalnya. Sungguh, ia pun takkan menyangka bahwa masyarakat di abad ke-21 ternyata bebal-bebal—baik pejabat maupun jelata, yang selalu tak tuntas dalam berpikir, nyaman dengan sebatas menduga-duga.
    Tak adil memang bila membandingkan teknologi terakota (bata merah) yang dibangun oleh Kerajaan Taruma (ingat situs Batujaya, Karawang) dengan teknologi diciptakan warga Indonesia kini—meski keduanya diwujudkan dalam kerangka kesejahteraan sosial. Tapi, membanding adalah mencoba untuk sejengkal lebih maju. Mengetahui latar belakang adalah mempersiapkan masa yang datang. Bila cermin di kamar rusak, masih ada air jernih untuk melihat. Kejernihan akan memperlihatkan segala sesuatunya: kekotoran, kecurangan, kemunafikan, sekaligus renungan.
    Dan sekali lagi, ujar-ujar G. B. Shaw terbukti; Sejarah menyatakan, bahwa manusia tidak pernah belajar dari Sejarah.

    Senin, 22 Maret 2010

    Doa.. bukan DOni Atang ...

    Bismillahirahmanirohim
    Allahumma inni Asaluka ilma nafian wa rizqon wasian wa syifaan min kulli dain

    Ya Allah, aku memohon pada Mu ilmu yang manfaat, rezeki yang luas dan obat dari segala penyakit

    Ayo....
    Ayo kita berkata baik, ayo kita memberi berkah dan manfaat kepada orang lain, ayo kita menanam benih kebaikan, ayo kita mendekat kepada Allah, ayo kita mencoba sebisa mungkin mengikuti sunnah Nabi Saw....Karena apa!!!! karena apapun bentuknya akan ada balasannya kelak. Yang buruk dibalas buruk begitu pula yang baik.......


    Renungan Hadist
    “Bacalah Al-Qur’an, karena sesungguhya pada hari kiamat nanti ia akan datang untuk memberi syafaat (penolong) bagi para pembacanya (yang mengamalkan).” (HR. Muslim)


    I. Apa Kata Mereka Tentang Al-Qur’an

    Utsman bin Affan ra, “Andaikata hati kalian itu bersih, maka tidak akan pernah kenyang dari kalam Rabb (ingin selalu membaca Al-Qur’an).”

    Ibnu Mas’ud ra, “Barangsiapa ingin mengetahui apakah ia cinta kepada Allah (atau tidak), hendaknya mengukur dirinya dengan Al-Qur”an. Jika ia cinta kepada Al-Qur”an (selalu membacanya), berarti cinta kepada Allah, karena Al-Qur’an adalah kalam Allah.”

    Khabab ra, “Mendekatlah kepada Allah semampumu! Ketahuilah jalan yang paling disukai oleh Allah untuk mendekat pada-Nya adalah membaca Al-Qur”an.”


    Doa Terkena Musibah: إِنَّا لِلَّھِ وَإِنَّا إِلَیْھِ رَاجِعُوْنَ اللَّھُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِیْبَتِي وَأَخْلِفْ لِي خَیْراً مِنْھَا “Sesungguhnya kita milik Allah, dan kita akan kembali kepada-Nya. Ya Allah, berilah aku pahala atas musibah yang menimpaku dan gantilah untukku dengan yang lebih baik darinya.” (HR. Muslim)


    Renungan Ayat

    “Maka Aku katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan Mengadakan untukmu kebun-kebun dan Mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh:10-12)

    …Dan yang memohon ampun di waktu sahur.” (QS. Ali ‘Imran: 17)


    Apa Itu Istighfar….???

    Anda tahu Istighfar?? Pastilah tahu dan kita tahu apa itu Istighfar. Sedikitnya membaca Istighfar itu adalah:

    Astaghfirullah Al-Azhim
    “Aku meminta ampun kepada Allah Yang Maha Mulia.”

    Yang panjang lagi:

    Astaghfirullahal Azhim Min Kulli Zanbin Wa Atubu Ilaihi
    “Aku meminta ampun kepada Allah Yang Maha Mulia Dari Semua Dosa Dan Aku Taubat Kepadanya.”

    Sedikitnya membaca Istighfar sehari semalam sebanyak 70 x, atau tambah aja deh jadi wirid harian sebanyak 100 x. Karena baginda Nabi, yang dosanya telah diampuni tapi nggak pernah ninggalin Istighfar:

    “Demi Allah, aku sungguh beristighfar (mohon ampun) kepada Allah dan taubat kepadanya, (dengan membaca Istighfar) lebih dari 70x dalam sehari.” (HR. Bukhari)

    Tentu saja dosa besar (Al-Kabair) tidak cukup hanya dengan membaca Istighfar saja, tapi harus memenuhi syarat taubat (selanjutnya silahkan mencari di Internet, toko buku, Tanya ustadz di majelis taklim dll)

    Dengan demikian Istighfar itu adalah pengakuan dosa kita kepada allah, permohonan maaf kepada Allah, Sang Penguasa Dunia, dan Istighfar juga adalah “jawara’ nya doa. Seperti yang disebutkan dalam satu ayat:

    “Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya (tidak tidur) dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa apa rezki yang Kami berikan.” (QS. As-Sajdah: 16)

    Kunci Rezeki…..Istighfar..!!!

    Coba perhatikan ayat paling atas, bahwa ketika seseorang beristighfar ada beberapa “reward” dari Allah Swt yaitu:


  • Istighfar membuahkan ampunan dari Allah

  • Istighfar menghapus dosa

  • Istighfar mendatangkan kesuburan dengan datangnya hujan

  • Istighfar membuahkan rezeki bagi para pembacanya

  • Istighfar akan membuahkan pula keturunan

  • Istighfar menjadikan sawah ladang makmur/ sukses dalam bisnis atau karir


  • Ternyata Istighfar itu juga solusi jitu medatangkan rezeki sebagaimana Rasulullah Saw pernah ditanya ketika seseorang mengeluh karena rezeki, Rasulullah Saw menjawab:

    “Engkau harus beristighfar.”

    Begitu pula ketika ditanya tentang keturunan, beliapun menjawab:

    “Engkau harus beristighfar.”

    Kemudian Abu Hurairah bertanya karena bingung semua jawaban sama dari beberapa pertanyaan berbeda, kemudian Rasulullah Saw membaca ayat paling atas tadi.
    Di lain tempat Rasulullah Saw bersabda:

    “Barang siapa yang selalu membaca Istighfar, maka Allah akan memberinya solusi dari semua kesulitan dan memberikan rezeki yang tidak disangka-sangka.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)

    Lakukan Secara Kontinu...Lebih Bagus Di Waktu Subuh
    Tentu saja solusi dari semua permasalahan ini tidak hanya cukup dengan “hanya” beberapa kali atau beberapa hari saja. Sampai kapan??? Itu hak preogratif Allah semata. Namun yang jelas kualitas ilmu pengetahuan Islam seseorang akan mempengaruhi penilaian Allah kepada kita. Kontinunitas sangat berperan pula dalam satu ibadah dibanding banyak kemudian ditinggalkan.
    Yang paling baik adalah membaca Istighfar di waktu sahur seperti di ayat kedua yang tertulis di atas.

    Teman-teman..!! ternyata solusi itu ada dekat sekali, ada di samping kita, dia tidak jauh, ternyata ada dalam Al-Qur’an itu sendiri. Tidak perlu mendatangi paranormal, dukun, bertanya pada kartu tarot, lihat perbintangan..Aduh teman!! Itu malah membuat Allah murka!!
    Ayo sekarang kita mulai belajar Islam, kita pelajari Al-Qur’an, kita bongkar hadist agar menjadi solusi dari semua permasalahan kita.

    Yuk Jaga Mulut dan Tangan Kita
    Bagi yang sering MEMPERMASALAHKAN JUDUL…dengan senang hati kami menjawab, silahkan baca kalau suka, dan tidak ada yang memaksa antum kalaupun tidak suka membacanya. Karena bagaimanapun tidak ada yang rugi karena semuanya dilakukan dan dibuat oleh saya pribadi.
    Mari kita jaga hati, mulut dan raga kita agar tidak menyakiti orang lain. Jadilah kita pembawa rahmat dan berkah bagi yang lainnya, dan Insya Allah hal itu penyelamat kita kelak…
    Mohon tulis komen yang baik dan manfaat yang mengarah kepada ketaatan dan takwa. Dapat diambil manfaat oleh kita yang sedang mencari ilmu agama. Pasti, sekecil apapun perbuatan ada balasannya.

    Sabtu, 20 Maret 2010

    Autis

    Autisme adalah suatu gangguan yang ditandai oleh melemahnya kemampuan bersosialisasi, bertingkah laku, dan berbicara. Autisme sering disebut dengan Autistic Spectrum Disorder (ASD).

    Nah, untuk mengetahui apakah anak Anda mengidap autis, maka penting untuk mengetahui mulai dari gejala, tindakan kuratif (penyembuhan) hingga tindakan preventif (pencegahan).

    Kelainan perkembangan yang luas dan berat, dan mempengaruhi anak secara mendalam. Gangguan tersebut mencakup bidang interaksi sosial , komunikasi , dan perilaku.

    Gejala autisme mulai tampak pada anak sebelum mencapai usia 3 tahun , secara umum gejala paling jelas terlihat antara umur 2 – 5 tahun.
    Pada beberapa kasus aneh gejala terlihat pada masa sekolah.

    Berdasarkan penelitian lebih banyak didapatkan pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Beberapa tes untuk mendeteksi dini kecurigaan autisme hanya dapat dilakukan pada bayi berumur 18 bulan ke atas.

    Gejala autisme berbeda – beda dalam kuantitas dan kualitas ,penyandang autisme infantil klasik mungkin memperlihatkan gejala dalam derajat yang berat , tetapi kelainan ringan hanya memperlihatkan sebagian gejala saja.

    Kesulitan yang timbul, sebagian dari gejala tersebut dapat muncul pada anak normal, hanya dengan intensitas dan kualitas yang berbeda.

    1. gangguan pada bidang komunikasi verbal dan non verbal
    • Terlambat bicara atau tidak dapat berbicara
    • Mengeluarkan kata – kata yang tidak dapat dimengerti oleh orang lain yang sering disebut sebagai bahasa planet
    • Tidak mengerti dan tidak menggunakan kata – kata dalam konteks yang sesuai
    • Bicara tidak digunakan untuk komunikasi
    • Meniru atau membeo , beberapa anak sangat pandai menirukan nyanyian , nada , maupun kata – katanya tanpa mengerti artinya
    • Kadang bicara monoton seperti robot
    • Mimik muka datar
    • Seperti anak tuli, tetapi bila mendengar suara yang disukainya akan bereaksi dengan cepat

    2. gangguan pada bidang interaksi sosial
    • Menolak atau menghindar untuk bertatap muka
    • anak mengalami ketulian
    • Merasa tidak senang dan menolak bila dipeluk
    • Tidak ada usaha untuk melakukan interaksi dengan orang
    • Bila menginginkan sesuatu ia akan menarik tangan orang yang terdekat dan mengharapkan orang tersebut melakukan sesuatu untuknya.
    • Bila didekati untuk bermain justru menjauh
    • Tidak berbagi kesenangan dengan orang lain
    • Kadang mereka masih mendekati orang lain untuk makan atau duduk di pangkuan sebentar, kemudian berdiri tanpa memperlihatkan mimik apapun
    • Keengganan untuk berinteraksi lebih nyata pada anak sebaya dibandingkan terhadap orang tuanya

    3. gangguan pada bidang perilaku dan bermain
    • Seperti tidak mengerti cara bermain, bermain sangat monoton dan melakukan gerakan yang sama berulang – ulang sampai berjam – jam
    • Bila sudah senang satu mainan tidak mau mainan yang lain dan cara bermainnya juga aneh
    • Keterpakuan pada roda (dapat memegang roda mobil – mobilan terus menerus untuk waktu lama)atau sesuatu yang berputar
    • Terdapat kelekatan dengan benda – benda tertentu, seperti sepotong tali, kartu, kertas, gambar yang terus dipegang dan dibawa kemana- mana
    • Sering memperhatikan jari – jarinya sendiri, kipas angin yang berputar, air yang bergerak
    • Perilaku ritualistik sering terjadi
    • Anak dapat terlihat hiperaktif sekali, misal; tidak dapat diam, lari kesana sini, melompat – lompat, berputar – putar, memukul benda berulang – ulang
    • Dapat juga anak terlalu diam


    4.gangguan pada bidang perasaan dan emosi
    • Tidak ada atau kurangnya rasa empati, misal melihat anak menangis tidak merasa kasihan, bahkan merasa terganggu, sehingga anak yang sedang menangis akan di datangi dan dipukulnya
    • Tertawa – tawa sendiri , menangis atau marah – marah tanpa sebab yang nyata
    • Sering mengamuk tidak terkendali ( temper tantrum) , terutama bila tidak mendapatkan apa yang diingginkan, bahkan dapat menjadi agresif dan dekstruktif


    5. gangguan dalam persepsi sensoris
    • Mencium – cium , menggigit, atau menjilat mainan atau benda apa saja
    • Bila mendengar suara keras langsung menutup mata
    • Tidak menyukai rabaan dan pelukan . bila digendong cenderung merosot untuk melepaskan diri dari pelukan
    • Merasa tidak nyaman bila memakai pakaian dengan bahan tertentu

    Penyebab autis sejauh ini belum diketahui dengan pasti, namun diduga kuat berkaitan dengan faktor keturunan, khususnya hubungan antara ibu dan janin selama masa kehamilan.

    Selasa, 26 Januari 2010

    Dimensi Sosial Puasa

    "Puasa merupakan salah satu ibadah penting umat beragama, terutama umat Islam. Dalam Islam, sebagian puasa bersifat wajib dan sebagian puasa (puasa senin-kamis, puasa dawud, puasa syawal, dsb) bersifat sunnat. Apapun status puasa seseorang, puasa memberikan dampak terhadap kehidupan sosialnya. Beberapa di antaranya adalah nilai hidup sosial dan agama yang meningkat, menurun agresivitasnya, dan meningkat pemaafannya."

    Puasa dan Nilai Hidup

    Salah satu aspek penting puasa adalah nilai hidup. Menurut Eduard Spranger (Sumadi Suryabrata, Psikologi Kepribadian, 1993), nilai hidup yang berkembang dalam diri seseorang dipengaruhi oleh aktivitas latihan yang dilakukan orang tersebut. Nilai hidup sendiri, menurut Spranger adalah nilai keagamaan, nilai sosial, nilai teori, nilai estetika, nilai ekonomi, dan nilai politik.Puasa adalah aktivitas yang dapat meningkatkan nilai hidup seseorang.

    Pada waktu puasa seseorang dianjurkan untuk melakukan ibadah horisontal seperti memberi makan orang yang berpuasa, memberi infaq, menyerahkan zakat fitrah, menyerahkan zakat mal, mengganti ketidakmampuan berpuasa dengan fidyah, dan sebagainya). Dengan cara demikian, puasa akan meningkatkan nilai sosial. Rasulullah sendiri memberi contoh untuk beramal yang sebanyak-banyaknya kepada orang lain. ”Rasulullah SAW adalah orang yang paling dermawan, dan sifat dermawannya itu lebih menonjol pada bulan Ramadhan, yakni ketika ia ditemui malaikat Jibril” (HR Bukhari). Suasana puasa yang mendorong orang untuk beramal bagi kesejahteraan dan kebaikan orang lain ini pada gilirannya akan menghidupkan nilai sosial.

    Kekuatan puasa (ramadhan) dalam menghidupkan atau memperkuat nilai-nilai hidup sosial dicapai melalui proses pengulangan. Pengulangan yang terus menerus memberi bekasan yang relatif menetap dalam diri seseorang. Aktivitas beribadah dan beramal sosial akhirnya menguatkan nilai sosial seseorang.


    Puasa dan Agresivitas

    Agresivitas adalah kecenderungan untuk melakukan perilaku menyakiti orang lain, baik secara fisik ataupun verbal (Robert A Baron & Donn Byrne, Social Psychology, 2004). Agresi dapat dikurangi atau diperbesar oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal di antaranya adalah kesulitan hidup, rasa marah, proses latihan, dan sebagainya. Faktor eksternal di antaranya adalah provokasi dari orang lain, cuaca yang panas, adanya senjata, dan sebagainya.

    Bila seseorang berpuasa, maka ia dilatih untuk mengendalikan diri. Sebuah hadis Nabi mengungkapkan bahwa salah satu yang semestinya dilakukan orang yang berpuasa adalah ”berpuasa berkata-kata yang menyakitkan”. Hal ini sesuai dengan hadis Nabi: ”Tidaklah berpuasa itu menahan diri dari makan dan minum, tetapi berpuasa itu adalah menahan diri dari perbuatan kosong dan perkataan keji. Maka jika kau dicaci orang atau diperbodohnya, hendaklah katakan: ’Saya berpuasa, saya berpuasa’.” (HR Ibnu Khuzaimah, dalam Sabiq, Fiqh Sunnah, 1978).

    Bila biasanya (di luar puasa) orang membalas ucapan yang kasar dengan ucapan yang sama atau lebih kasar, maka dengan puasa ia berusaha untuk mengendalikan diri. Pengendalian diri yang memiliki frekuensi tinggi ditambah dengan penghayatan yang lebih tinggi (misalnya menghayati bahwa sangatlah kasihan orang yang diejek atau dipermalukan) selama berpuasa akan menjadikan agresivitas atau kecenderungan untuk menyakiti orang lain berkurang.

    Kecenderungan untuk menyakiti orang lain juga semakin berkurang dengan adanya aktivitas yang menyenangkan bagi orang lain. Selama berpuasa seseorang dilatih untuk memberi makan kepada orang lain untuk berbuka puasa, menyerahkan zakat mal dan zakat fitrah, memelihara silaturrahmi. Beberapa di antaranya dikembangkan melalui acara berbuka puasa bersama, dan sebagainya. Semua hal di atas akan menumbuhkembangkan kepedulian kepada oramg lain.

    Fakta-fakta yang berkembang dalam kehidupan sosial kita menunjukkan bahwa saat bulan puasa berbagai kekerasan dan agresivitas berkurang. Sebagai contoh, saat menjelang puasa artis yang hendak bercerai suka melontarkan agresivitas verbal yang menyakitkan, namun pada waktu bulan puasa sangat jarang yang mengungkapkan secara verbal dan terbuka yang berisi cacian atau makian kepada orang lain.


    Puasa dan Pemaafan

    Semangat yang dimiliki orang yang berpuasa adalah membersihkan diri dari berbagai bekasan negatif. Menurut suatu hadits, dosa-dosa dapat dikurangi dengan perbuatan baik.


    “Dari Salman rs. Beliau berkata : Rasulullah berkhutbah di tengah-tengah kami pada akhir sya’ban, Rasulullah bersabda : Hai manusia telah menjelang kepada kalian bulan yang sangat agung yang penuh dengan barokah, bulan yang di dalamnya ada malam yang lebih baik dari seribu bulan, bulan dimana yang Allah telah menjadikan puasa di dalamnya sebagai puasa wajib, qiyamul lailnya sunnah, barangsiapa yang pada bulan itu mendekatkan diri kepada Allah dengan suatu kebaikan, nilainya seperti orang yang melakukan amalan wajib pada bulan lainnya, barangsiapa melakukan amalan wajib pada bulan itu seperti orang yang melakukan amalan wajib tujuh puluh kali pada bulan lainnya…….dst (HR. Ibnu Huzaimah, dalam Sabiq, 1978).


    Bentuk-bentuk perbuatan baik, sebagaimana telah diuraikan di atas, adalah ibadah kepada Allah ’Azza wa jalla dan berbuat baik terhadap sesama manusia. Perbuatan baik tersebut menurunkan dosa-dosa (yang diakibatkan perbuatan jahat) yang ada dalam diri seseorang. Hal ini terungkap dari hadis Nabi:


    Dari Abu Dzar, ia berkata, Rasulullah bersabda, ”Bertakwalah kepada Allah di mana pun kamu berada dan ikutilah perbuatan jahat itu dengan perbuatan baik supaya kejahatannya terhapus. Dan pergaulilah manusia dengan budi pekerti yang baik (HR at-Tirmidzi).


    Namun, dosa-dosa terhadap sesama manusia hanya dapat dihapuskan dengan meminta dan memberi maaf. Salah satu beban yang semestinya dibersihkan orang adalah bekasan dari perjalanan hidup masa lalunya. Dalam diri setiap orang terdapat berbagai pengalaman konflik dengan orang lain. Sebagian terselesaikan, sebagian yang lain masih menjadi unfinished problem. Dalam situasi unfinished problem, hal yang paling mungkin dilakukan adalah melakukan pemaafan (forgiveness). Ada sebuah hadis Nabi: Dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda, ”Barangsiapa yang pernah berbuat dhalim kepada kepada saudaranya, baik yang menyangkut kehormatan diri atau yang lainnya, hendaklah menghalalkannya (meminta maaf) sekarang sebelum datang saat (hari kiamat) di mana dinar dan dirham tidak laku. Bila ia mempunyai amal saleh, maka akan diambil sesuai dengan kadar kedhalimannya. Sedangkan bila ia tidak mempunyai kebaikan, maka kejelekan-kejelakan orang yang di aniayanya diambil dan dipikulkan kepada orang yang menganiayanya.” (HR Bukhari).

    Dengan menggunakan dasar tadi, umat Islam distimulasi oleh lingkungannya untuk memberi maaf. Stimulasi yang berkembang dalam budaya Indonesia adalah halal bi halal, yang biasanya dilakukan melalui aktivitas silaturrahmi atau melalui suatu pertemuan besar. Di samping itu, stimulasi yang juga berkembang dalam beberapa tahun terakhir adalah menerima kiriman sms yang berisi permintaan maaf. Di dalam suasana puasa ramadhan atau pasca ramadhan, orang biasanya mudah untuk memaafkan.